BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Historisasi
Teori Kekerasan
Pandangan kriminologi terhadap asal muasal kekerasan
memang beragam. Di satu sisi dapat dilihat secara individual, di sisi lain
dapat pula dilihat dalam konteks kolektif. Individu yang melakukan kekerasan, seperti
penganiayaan dan pembunuhan, dapat dilihat sebagai individu yang terprovokasi.
Ada peran korban dalam munculnya kekerasan. Sementara kekerasan secara kolektif
lebih merupakan larutnya individu dalam kerumunan, sehingga menjadi tidak lagi
memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak bola
mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga
“penghakiman massa” terhadap maling. Bentuk kekerasan banyak ragamnya, meliputi
kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi,
kekerasan simbolik dan penelantaran. Kekerasan dapat dilakukan oleh
perseorangan maupun secara berkelompok, secara serampangan (dalam kondisi
terdesak) atau teroganisir.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu
timbulnya kekerasan, yaltu sebagai berikut :
1. Teori
Faktor Individual
Beberapa
ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan,
selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan
adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa.
Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan
faktor media massa.
2
Teori Faktor Kelompok
Individu
cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan
ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok
yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
3 Teori Dinamika Kelompok
Menurut
teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam
kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi
demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang
oleh sistem sosial & masyarakatnya.
2.1
Tokoh teori Kekerasan
Johann Galtung, seorang kriminolog
dari Norwegia dan seorang polemolog, adalah teori yang bertalian dengan
kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan dan penganalisaan lebih lanjut,
sampailah pada kesimpulan bahwa teori kekerasan struktural pada hakekatnya
adalah teori kekerasan "sobural". Dengan "sobural" di
maksudkan suatu akronim dari (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor)
struktural (masyarakat).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konteks Sosial Munculnya Teori Kekerasan
Dalam konteks sosial munculnya teori
kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Situasi sosial
yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur
sosial tertentu.
2. Tekanan sosial,
yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota
masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah
dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan
atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya
kekerasan.
3. Berkembangnya
perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran
tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor
pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan.
4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat
keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
2.2
Isi Dari Teori-teoi Kekrerasan
1. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari
bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan, kedahsyatan,
kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif Rohman : 2005). Tindak
kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya,
pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut
masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai
perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan
untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental,
sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan
nilainilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi
korban.
2. Macam-macam
Teori Kekerasan
Tidak dipungkiri
tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan
seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya.
Tidak mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai
macam dan bentuk.Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan
bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:
bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:
a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi
kekerasan fisik, psikologis, dan
struktural.
1) Kekerasan fisik yaitu kekerasan
nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa
penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan
nyawa seseorang. Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2) Kekerasan psikologis yaitu kekerasan
yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan
kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3) Kekerasan struktural yaitu kekerasan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan sistem,
hukum,ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi
menimbulkan ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan,
kepandaian, keadilan, serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini
dapat memengaruhi fisik dan jiwa seseorang.
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena hanya negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem
yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena hanya negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem
yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah
kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh
pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah kekerasan
yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh tawuran pelajar, bentrokan
antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
2.3 Penerapan Teori Kekerasan dalam Kehidupan
Masyarakat
Teori "kekerasan
struktural" jika diimplementasikan secara empirik realistik, telah
diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan
Bersenjata dan organisasi politik yang berkuasa berbaju kultur Jawa. Secara
singkat, Soeharto bisa dibanding dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi
(bersenjata) yang berbeda.
Di samping itu konflik di Ambon dan
Lease (Maluku Tengah), di Halmahera (Maluku Utara), di Poso (Sulawesi Tengah),
di Kalimantan Barat dan Tengah, serta pembakaran Gereja-Gereja di Situbondo
(Jawa Timur) dan di berbagai daerah di Jawa, di Lampung, di Lombok, di Aceh,
dan yang terakhir tindakan teroris di Denpasar (Bali), adalah peristiwa-peristiwa
yang tampaknya seperti tidak berkaitan, tetapi sesungguhnya berasal dari sumber
kekerasan struktural.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kekerasan adalah tingkah laku agresif
yang dipelajari secara langsung, yang sadar atau tidak sadar telah hadir dalam
pola relasi sosial seperti keluarga sebagai unit paling kecil hingga
kelomok-kelompok sosial yang lebih kompleks. Kekerasan terjadi dalam berbagai
bidang kehidupan sosial, politik ekonomi dan budaya. Beberapa factor
pemicu timbulnya kekerasan ada 3 yaitu :
1. Teori
Faktor Individual
2. Teori
Faktor Kelompok
3. Teori
Dinamika Kelompok
Dalam
konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu
sebagai berikut : Situasi
sosial, Tekanan sosial, perasaan kebencian yang meluas
terhadap suatu sasaran tertentu, Mobilisasi
untuk beraksi, dan Kontrol sosial. Dalam konteks
sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai
berikut : adanya situasi sosial, tekanan social, perasaan
kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu,
mobilisasi untuk beraksi, dan kontrol sosial.
DAFTAR ISI
1 komentar:
Tambah lagi dong tgsnya mbk, biar sy gampang kl cari refrensi ^_^
thanks
Posting Komentar